Selasa, 29 Januari 2008

Selamat Jalan Soeharto!

Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, Soeharto mati meninggalkan kontroversi. Kontroversi seputar status hukum Soehrto sampai kini masih mengambang. Proses hukum akan berlangsung atau akan dihentikan juga belum jelas. masyarakat Indonesia dibiarkan berpolemik tentang Soeharto, Soeharto dan Soeharto. Roda hukum yang terlanjur bergulir pasca lengsernya Soeharto menjadi berjalan sangat pelan sehingga seolah berhenti, tersihir dengan kedigdayaan seorang Soeharto yang ketika masih hidup merupakan figur yang penuh wibawa, kemasyuran sekaligus sejuta misteri. Issu korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan lain sebagainya berhembus begitu saja akan tetapi seolah tidak ada yang sanggup (baca : kuasa) membuktikannya. Sebuah analogi yang mungkin bisa menggambarkan keadaan ini adalah : ketika semua orang dibiarkan melihat kepulan asap di langit Indonesia, akan tetapi tidak seorangpun dapat melihat apinya. Dengan logika ini, percayakah kita asap tersebut berasal dari api? wallaahu'alam.
Bagaimanapun, Soeharto adalah manusia biasa. Memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. seandainya saat ini di berbagai media banyak mengemukakan kelebihan dengan menafikkan segala kekurangannya. Itu juga karena media ditangani oleh manusia biasa juga, mempunyai kepentingan, hasrat dan juga segala keterbatasannya. segala upaya manuver politik menyongsong pemilu yang akan datang seolah setiap elite politik memberikan simpati (yang mungkin tidak sesuai porsinya). Itu hanya sebagian dari action dari mereka supaya mendapatkan simpati juga. Kata maaf menjadi komoditas utama untuk menjual suara/simpati.
Bagaimanapun mereka juga manusia biasa. Selamat Jalan, Soeharto terimakasih atas segala kebaikan yang telah kauberikan...

1 komentar:

anona mengatakan...

Tapi bukan berarti penyelidikkan kasus dugaan korupsinya berenti di tengah jalan kan?!... Uang rakyat gitu loh..

sebuah kabar untuk teman lama

Sebagaimana sebuah cerita tertutur indah
Seindah rima tembang burung-burung di pucuk cemara
Teruntai menjadi bait-bait kisah
Merajut kenangan dan perjalanan yang tertempuh,
Seindah itu yang pernah terjalin
Dalam satu kebersamaan
Yang kini berakhir dalam sebuah pengakuan...
Pengakuan yang perih
Menunaikan rasa bahwa kita memiliki rasa yang sama
Rasa yang kemudian terpisahkan oleh sebuah pilihan
Kupilih jalan ini bukan karena kutinggalkan begitu saja
Bukan juga sebuah pengabaian sebuah hati yang pernah kuinginkan
Kuingin kaupun tahu ini sebuah pilihan yang berat...
Bilakah kau mengerti?
Bahwa aku tak ingin berjalan sejauh ini
Sejauh kau meniadakan namaku begitu saja karena marahmu.
Aku tidak begitu saja melupakanmu...





Suatu saat di yogyakarta...


01/09/2003 : 03.35 wib